TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian sudah melakukan otopsi terhadap empat jenazah korban kerusuhan 22 Mei. Otopsi dilakukan di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.
Dari hasil otopsi sementara, Direktur RS Polri Kramat Jati Brigadir Jenderal Musyafak mengatakan mereka meninggal akibat luka tembak. "Semua sudah kita otopsi berdasarkan permintaan dari penyidik dan persetujuan dari keluarga, memang meninggal karena ada luka tembak," kata dia, Kamis, 23 Mei 2019.
Baca: Soal Jumlah Korban Meninggal Rusuh 22 Mei, Polisi: Sedang Didata
Musyafak menyebut keempat korban tembak yang meninggal dunia terkena di bagian dada, rahang, tangan, dan lengan. Polisi juga mendapati adanya proyektil dari tubuh korban.
Menurut Musyafak, proyektil ditemukan di tubuh dua jenazah. Namun ia belum bisa mengungkapkan dari senjata jenis apa proyektil tersebut berasal. "Kami tidak bisa menyimpulkan itu karet atau tajam, namun barang bukti sudah dibawa ke Puslabfor," kata dia.
Sampai saat ini, polisi belum mengkonfirmasi soal jumlah korban tewas akibat kerusuhan 22 Mei. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo menyebut polisi menunggu hasil otopsi dan penyelidikan lengkap oleh tim investigasi Polri. Namun Dedi telah menyatakan bahwa ada salah satu korban yang tewas akibat peluru tajam.
Informasi jumlah korban tewas datang dari pernyataan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Sampai hari Kamis kemarin, Anies menyebut ada 8 orang korban tewas. Data itu didapat dari Dinas Kesehatan DKI yang mengumpulkan informasi dari rumah sakit-rumah sakit tempat korban ditangani.
Sejumlah Korps Brimob beraktivitas di depan gedung Bawaslu pascakerusuhan di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Kamis 23 Mei 2019. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Mereka adalah Farhan Syafero (31 tahun, meninggal di RS Budi Kemuliaan), M. Reyhan Fajari (16 tahun, meninggal di RSAL Mintoharjo), Abdul Ajiz (27 tahun,
meninggal di RS Pelni, Bachtiar Alamsyah (meninggal di RS Pelni), Adam Nooryan (19 tahun, meninggal di RSUD Tarakan, Widianto Rizky Ramadan, 17 tahun, meninggal di RSUD Tarakan, Sandro (31 tahun, meninggal di RSUD Tarakan) dan satu jenazah yang belum diketahui identitasnya (meninggal di RS Dharmais).
Adanya korban akibat peristiwa itu pun membuat Komnas HAM turun tangan. Kamis kemarin, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mendatangi RSUD Tarakan untuk menjenguk korban. Lembaganya akan mendalami kemungkinan pelanggaran hak asasi dalam kerusuhan 22 Mei di Tanah Abang dan Petamburan.
"Kami masih dalami. Saat ini kami datangi para korban yang dirawat untuk mencari informasi dari mereka dan petugas kesehatan yang menangani mereka," kata Taufan.
Baca: Satu Korban Rusuh 22 Mei Belum Didampingi Keluarga di RS Pelni
Karena itu, kata Taufan, Komnas HAM belum bisa memastikan apakah ada dugaan pelanggaran hak asasi dalam peristiwa tersebut. Sebab, kata dia, kejadian tersebut harus dilihat secara keseluruhan. "Kami akan meminta keterangan dari korban, juga dengan para pimpinan aparat keamanan kita," ujarnya. Sebelum aksi digelar, polisi meyatakan bahwa anggotanya hanya akan dilengkapi dengan gas air mata dan tameng.
Taufan pun menyayangkan aksi penyampaian pendapat itu berlanjut dengan bentrok antara aparat keamanan dengan massa. "Seharusnya hal itu tidak perlu terjadi bila seluruh pihak bisa menahan diri," kata dia.
Kerusuhan 22 Mei terjadi di sejumlah titik, diantaranya di Jalan Jatibaru Raya, Tanah Abang, Jalan KS Tubun, Petamburan dan sekitar Bawaslu. Akibat kerusuhan itu, sekitar 300 orang mengalami luka-luka.
Korban pun bukan hanya dari massa aksi. Dari laporan yang dihimpun Tempo, ada jurnalis dan tim medis yang mengalami intimidasi dari aparat. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mencatat terdapat 7 jurnalis yang meliput aksi 22 Mei di sekitar kantor Bawaslu mengalami kekerasan dari aparat. "Tak menutup kemungkinan, masih banyak jurnalis lainnya yang menjadi korban. Sampai saat ini AJI Jakarta masih mengumpulkan data dan verifikasi para jurnalis yang menjadi korban," kata dia.
Suasana kerusuhan 22 Mei di kawasan Petamburan, Jakarta Barat, Rabu, 22 Mei 2019. Kerusuhan di kawasan Pertamburan, Jakarta Pusat dimulai saat sekelompok orang mencoba memasuki kantor Bawaslu RI pada Selasa malam sekitar pukul 23.00. TEMPO/Amston Probel
Salah satu korban, Budi Tanjung, jurnalis Transmedia, dipukul di bagian kepala dan rekaman videonya di telepon genggam dihapus oleh beberapa anggota Brimob di depan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jalan Wahid Hasyim.
Yang terbaru, Dompet Dhuafa mengungkapkan bahwa ada tim medisnya yang mengalami kekerasan. Direktur Utama Dompet Dhuafa Iman Rulywan mengatakan tiga anggota medis menjadi korban pemukulan dan penginjakan beberapa personel polisi. Dua mobil juga jadi sasaran.
"Padahal tim kami telah menyampaikan Tim Medis, Tim Medis, tapi (para) oknum polisi masih membentak. Saat itu polisi tersebut memukul dengan tameng dan rotan," kata Iman.
Baca: Satu Korban Rusuh 22 Mei Belum Didampingi Keluarga di RS Pelni
Ia pun menjelaskan bahwa Dompet Dhuafa hadir di lokasi aksi untuk membantu korban kerusuhan. Iman menegaskan lembaganya tidak memiliki kepentingan politik atau kepentingan lainnya saat menurunkan tim di kawasan Bawaslu dan murni dalam menjalankan misi kemanusiaan.
Sementara itu, polisi membentuk tim investigasi khusus untuk menyelidiki soal adanya korban tewas yang diduga akibat peluru tajam. Tim ini dibentuk untuk mengetahui dari mana peluru itu berasal. Sebab, Polri memastikan bahwa anggota pengamanan aksi 21-22 Mei lalu dilarang menggunakan peluru tajam selama proses pengamanan berlangsung.
Apalagi, polisi juga sempat menyita berbagai jenis senjata api yang diduga akan digunakan untuk merusuh di aksi 22 Mei di Bawaslu beberapa hari sebelum peritiwa tersebut. "Tim investigasi ini juga dibentuk untuk menyelidiki penyebab kematian sejumlah massa demonstrasi," ujar Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Muhamad Iqbal. Adapun polisi telah menetapkan 257 tersangka sebagai provokator.
M.HALWI | ADAM PRIREZA | ANTARA